Ringkasan Artikel:
Berita MMA – Juni 2022
Transfusi tampaknya menjadi solusi yang cepat dan “termudah” untuk mengobati pasien dengan anemia, trombositopenia, dan profil koagulasi yang berkepanjangan. Namun, dengan memberikan produk darah kepada pasien, apakah kita membantu mereka atau justru lebih merugikan?
Dr Tengku Ahmad Hidayat, Konsultan Dokter Penyakit Dalam & Ahli Hematologi Klinis kami membahas beberapa bidang seputar topik ini.
Jenis dan Persiapan Produk Darah
Jenis produk darah yang umum adalah darah utuh, sel darah merah, trombosit, dan produk turunan plasma seperti plasma beku segar dan kriopresipitat. Mereka disiapkan melalui sentrifugasi/sedimentasi atau apheresis darah utuh.
Persiapan lebih lanjut antara lain:
- Pengurangan leukosit
- Penyinaran
- Produk darah yang dicuci
Penatalaksanaan Darah Pasien (PBM)
PBM melibatkan strategi multidisiplin untuk menangani anemia dan meminimalkan perdarahan dan transfusi komponen darah. Hal ini harus dilakukan pada masa perioperatif dan juga dapat diterapkan pada praktik lain (prosedur invasif minimal, kemoterapi, dll).
Kapan Dan Kapan Tidak Melakukan Transfusi
Transfusi sel darah merah disarankan pada kondisi dimana hemoglobin kurang dari 7 g/dL atau hematokrit kurang dari 21% atau terdapat penurunan kapasitas pengangkutan oksigen atau kehilangan akut volume darah lebih dari 20%.
Namun, ada pengecualian dalam hal ambang batas transfusi yang lebih rendah, misalnya pada sindrom koroner akut. Sedangkan transfusi produk plasma diperuntukkan bagi pasien yang mempunyai tanda dan gejala perdarahan aktif dan tidak hanya didasarkan pada perpanjangan waktu koagulasi atau kadar fibrinogen yang rendah.
Reaksi Transfusi dan Efek Sampingnya
- Reaksi Transfusi Akut
- Reaksi yang Berpotensi Mengancam Jiwa
- Reaksi yang tidak mengancam jiwa
Reaksi Transfusi Tertunda
Didefinisikan sebagai reaksi dimana tanda dan gejala muncul setelah 24 jam setelah transfusi.
Reaksi transfusi hemolitik tertunda (DHTR) terjadi >24 jam setelah transfusi, biasanya disebabkan oleh respons anamnesis terhadap antigen sel darah merah asing yang ditemui sebelumnya. Gejala DHTR seringkali ringan.
Reaksi transfusi serologis tertunda (DSTR) identik dengan DHTR, namun pasien tidak menunjukkan gejala. DSTR didiagnosis ketika laboratorium layanan transfusi mendeteksi antibodi baru yang signifikan secara klinis pada pengujian sampel berikutnya dengan DAT positif atau skrining antibodi positif.
Mengidentifikasi dan Mengancam Kondisi yang Mendasari
Aspek terpenting dalam meminimalkan transfusi adalah mengidentifikasi dan mengobati kondisi yang mendasarinya. Defisiensi nutrisi seperti defisiensi zat besi, anemia dan defisiensi B12/folat dapat diatasi baik secara oral maupun parenteral yang sangat mudah didapat.
Penyebab anemia spesifik lainnya seperti anemia hemolitik autoimun dan trombositopenia imun dapat diobati dengan menggunakan imunosupresi dan memberikan hasil langsung.
Trombositopenia dan koagulopati atau koagulasi intravaskular diseminata dapat disebabkan oleh sepsis, infeksi, dan keganasan.
Kesimpulan
Transfusi produk darah, meski aman, bukannya tanpa efek samping. Hal ini sebaiknya diminimalkan dan dihindari untuk memastikan bahwa pasien yang benar-benar membutuhkannya dapat memperoleh manfaat darinya. Selain itu, kami tidak ingin pasien yang tidak memiliki indikasi transfusi mengalami efek samping yang tidak diinginkan.
Pilihan untuk memperbaiki kelainan darah tanpa transfusi harus dilakukan sebelum beralih menggunakan produk darah.
Dokter Unggulan:
Dr Tengku Ahmad Hidayat
Spesialis Hematologi Klinis & Penyakit Dalam